Optimalisasi Upaya Berhenti Merokok oleh Dinkes Kota Depok

Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023 menunjukkan jumlah perokok aktif di Indonesia mencapai 70 juta orang, dengan 7,4% diantaranya adalah perokok remaja yakni direntang usia 10-18 tahun. Disisi lain rokok juga menjadi penyebab terjadinya penyakit tidak menular (PTM) seperti gangguan pernapasan (PPOK, Asma ), Penyakit Jantung, Stroke dan Kanker Paru.

 

Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang dirilis pada Agustus 2024, diketahui bahwa PPOK menempati urutan keempat penyakit yang menyebabkan kematian terbanyak di dunia. Penderita PPOK memiliki risiko yang lebih tinggi terkena penyakit jantung, kanker paru-paru, dan berbagai kondisi kesehatan lainnya, sehingga perlu dilakukan upaya pencegahan dan pengelilaan yang efektif agar dapat terkena penyakit ini.

 

”Kegiatan deteksi dini PPOK dalam rangka optimalisasi upaya berhenti merokok menjadi langkah strategis yang perlu diintegrasikan dengan program kesehatan masyarakat, terutama di tingkat pelayanan primer. Melalui deteksi dini, diharapkan para perokok dapat memahami risiko kesehatan yang mereka hadapi serta lebih terdorong untuk berhenti merokok serta untuk mencegah komplikasi dan meningkatkan kualitas hidup pasien,” ujar Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Kota Depok, dr. Zakiah, MKM., saat memberikan sambutan pada acara Peningkatan Kompetensi Tenaga Medis untuk Deteksi Dini PPOK dalam Rangka Optimalisasi Upaya Berhenti Merokok (UBM),Selasa 29 Oktober 2024, di Gedung Dibaleka, Depok, Jawa Barat.

 

PPOK adalah istilah yang digunakan untuk sejumlah penyakit yang menyerang paru-paru untuk jangka panjang. Penyakit ini menghalangi aliran udara dari dalam paru-paru sehingga pengidap akan mengalami kesulitan dalam bernapas. Hal ini umumnya disebabkan oleh paparan jangka panjang terhadap gas iritan atau partikel kecil, terutama asap rokok.

 

Menurut dokter yang akrab disapa Kiki ini, sejauh ini masih banyak tenaga medis, terutama di tingkat puskesmas dan fasilitas kesehatan primer, masih kurang memiliki keterampilan dan pengetahuan yang memadai dalam mengenali gejala awal PPOK. Hal ini menyebabkan banyak kasus yang terlambat terdiagnosis, sehingga menghambat intervensi yang dapat meningkatkan prognosis pasien. Oleh karena itu, lanjut Kiki, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah meberikan peningkatan kompetensi tenaga medis dalam deteksi dini PPOK.

 

 ”Tenaga medis perlu memiliki kompetensi yang memadai dalam mendeteksi PPOK secara dini agar dapat memberikan edukasi berhenti merokok yang lebih tepat sasaran, intervensi, dan konseling bagi individu yang berisiko,” ucapnya.

 

Kiki menambahkan, dari kegiatan ini juga diharapkan akan meghasilakan antara lain tersedianya tenaga medis yang memiliki kompetensi dalam deteksi dini PPOK dalam rangka optimalisasi upaya berhenti merokok, terpenuhinya pencatatan dan pelaporan kegiatan Deteksi Dini PPOK dan UBM. Serta Teredukasinya masyarakat di Kampung KTR sehingga meningkatkan partisipasi aktif dalam upaya optimalisasi pemanfaatan UBM.

 

Pada program pelatihan ini peserta yang hadir terdiri dari tenaga promosi kesehatan, pengelola penyakit tidak menular (PTM) dan penanggungjawab UBM di UPTD Puskesmas di Kota Depok serta Ketua Kampung Kawasn Tanpa Rokok (KTR) di 24 Kelurahan se Kota Depok. Pertemuan ini membekali tenaga medis dengan alat, teknik, dan pengetahuan terbaru dalam identifikasi gejala PPOK.

”Dengan demikian, diharapkan mereka dapat memberikan layanan kesehatan yang lebih baik, melakukan skrining yang efektif, dan merujuk pasien dengan tepat, ” imbuh Kiki.

Sumber : Dinas Kesehatan Kota Depok